Contoh Study Kasus 

Di daerah kabupaten kuningan terdapat banyak lembaga pendidikan pesantren baik Pesantren tradisional maupun Modern. Yang diantaranya ada sebuah lembaga  Pesantren modern yang memiliki/menampung ratusan santri dan terkenal dengan kedisiplinan serta kualitas pendidikannya. Kemudian di dalam pesantren tersebut ada dua orang sepasang suami istri yang diberikan kepercayaan sebagai karyawan/pegawai bagian dapur umum pesantren, sebuah posisi krusial yang bertanggung jawab atas pengadaan dan pengelolaan seluruh bahan makanan untuk kebutuhan makan Asatidzah dan seluruh santri sehari-hari. Yang mana mereka telah bekerja di pesantren tersebut selama beberapa tahun dan dikenal sangat ramah.

Setiap hari, karyawan/pegawai dapur menerima anggaran besar untuk belanja bahan dapur: beras, lauk-pauk, sayur mayur, bumbu, hingga kebutuhan pokok lainnya. Prosedur pembelian umumnya dilakukan dengan mendatangi beberapa pemasok di pasar terdekat dan toko grosir, kemudian membandingkan harga dan kualitas.

 Namun, dalam beberapa waktu terakhir, santri mulai mengeluhkan kualitas makanan yang menurun. Nasi sering terasa kurang pulen,kering bahkan basi, sayur mayur terlihat tidak segar, dan porsi lauk juga terasa berkurang. Yang kemudian dalam kondisi ini menyebabkan keluhan dari para santri dan keluhan ini akhirnya sampai kepada orang tua/wali santri sehingga Beberapa orang tua/wali santri yang berkunjung juga turut menyampaikan keluhan serupa kepada Asatidzah serta pengurus Pesanren tersebut.

Kemudian seorang Pengurus Pesantren dan Staf bagian keuangan pesantren memanggil karyawan/pegawai bagian dapur tersebut menanyakn perihal masalah yang sedang terjadi dan  sesekali mengecek laporan keuangan pengadaan bahan dapur, dari pengecekan tersebut mulailah menemukan beberapa kejanggalan. Beliau kemudian membandingkan nota pembelian bahan dapur dengan harga pasar yang berlaku dan ditemukan bahwa :

  • Harga beberapa bahan pokok (seperti beras,minyak goreng,Bumbu dapur,Telor) yang tercatat di nota pembelian jauh lebih tinggi dari harga grosir yang seharusnya bisa didapatkan pesantren.
  • Ada beberapa item pembelian yang nominalnya besar namun tidak tercatat secara rinci mengenai jenis barang dan kuantitasnya, hanya tertulis "lain-lain" atau "kebutuhan tambahan."
  • Pemasok utama bahan dapur adalah "nama toko tertentu," yaitu sebuah toko kelontong milik kerabat keryawan/pegawai dapur tersebut. Padahal, ada pemasok lain di pasar yang menawarkan harga lebih murah dengan kualitas yang setara atau bahkan lebih baik.

Ketika ditanyai oleh Pengurus Pesantren dan Staf Bagian Keuangan, Karyawan/Pegawai dapur tersebut menjelaskan bahwa ada kenaikan harga dan itu adalah wajar karena inflasi dan ada kebutuhan mendesak yang tidak bisa dihindari, sehingga pembelian kadang tidak terinci. Ia juga bersikeras bahwa "nama toko tertentu" adalah pemasok terbaik karena merupakan kerabat yang "bisa dipercaya."

Dilema Etika

Situasi ini memunculkan beberapa isu etika profesi yang serius:

  • Konflik Kepentingan: Apakah tindakan karyawan/pegawai dapur memprioritaskan pemasok milik kerabat dekat, padahal ada pilihan yang lebih murah dan berkualitas, merupakan konflik kepentingan? Apakah ada keuntungan pribadi yang ia dapatkan dari transaksi ini?
  • Penyalahgunaan Wewenang dan Amanah: Sebagai karyawan/pegawai bagian dapur, mereka mengemban amanah besar untuk memenuhi kebutuhan gizi santri dengan anggaran yang tersedia. Apakah ia telah menyalahgunakan wewenang dan amanah ini demi keuntungan pribadi atau kerabat? 
  • Transparansi dan Akuntabilitas: Kurangnya rincian pembelian dan nota yang tidak sesuai harga pasar menunjukkan adanya masalah dalam transparansi dan akuntabilitas pengelolaan anggaran.
  • Integritas Profesi: Sebagai seorang karyawan/pegawai di Lembaga pesantren, diharapkan ia memiliki integritas tinggi dan menjunjung kejujuran. Tindakan ini mencoreng integritasnya dan nilai-nilai yang dijunjung oleh pesantren.
  • Dampak Negatif pada Santri: Penyimpangan ini secara langsung merugikan santri karena mempengaruhi kualitas dan kuantitas makanan yang mereka konsumsi, padahal asupan gizi sangat penting untuk kesehatan dan proses belajar mereka. 

Dampak Potensial

Jika tidak segera ditangani, kasus ini dapat menimbulkan dampak negatif yang luas:

  • Penurunan Gizi Santri: Santri akan terus menerima makanan dengan kualitas dan kuantitas yang tidak optimal, berpotensi memengaruhi kesehatan dan konsentrasi belajar mereka.
  • Kerugian Finansial Pesantren: Anggaran yang seharusnya bisa digunakan lebih efisien menjadi terbuang sia-sia atau diselewengkan.
  • Hilangnya Kepercayaan Komunitas: Wali santri, donatur, dan masyarakat umum bisa kehilangan kepercayaan terhadap manajemen dan kredibilitas pesantren.
  • Merusak Citra Pesantren: Reputasi pesantren sebagai lembaga yang menjunjung tinggi nilai kejujuran dan amanah bisa rusak.
  • Melemahnya Moral dan Disiplin: Jika penyimpangan ini tidak ditindak, bisa menjadi pengaruh buruk bagi staf lain dan merusak budaya kejujuran di pesantren.

Pada Studi kasus ini menyoroti pentingnya prinsip-prinsip etika dalam pengelolaan keuangan dan aset lembaga pesantren, khususnya pada pos-pos krusial seperti bagian dapur yang bersentuhan langsung dengan kesejahteraan santri. Transparansi, akuntabilitas, dan penghindaran konflik kepentingan adalah kunci untuk menjaga integritas dan keberlangsungan amanah sebuah pesantren.

Komentar

Postingan Populer